Untuk materi ini mempunyai 3 Kompetensi Dasar yaitu:
Kompetensi Dasar :
- Menampilkan bacaan QS. al-Insyirah dengan tartil dan benar
- Menyebutkan arti QS. al-Insyirah
- Mempraktikkan perilaku dalam bekerja dan selalu berserah diri kepada Allah seperti dalam QS. al-Insyirah
SURAH AL-INSYIRAH
Surah
Al Inshirah atau Surat Alam Nasyrah( سورة الشرح )adalah surat ke-94
dalam Al Qur'an. Surat ini terdiri atas 8 ayat dan termasuk golongan
surat-surat Makkiyah serta diturunkan sesudah surat Adh Dhuhaa. Nama
Alam Nasyrah diambil dari kata Alam Nasyrah yang terdapat pada ayat
pertama, yang berarti: bukankah Kami telah melapangkan.
Pokok-pokok isi
Penegasan
tentang nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Muhammad
SAW, dan pernyataan Allah bahwa disamping kesukaran ada kemudahan
karena itu diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal
saleh dan bertawakkal kepada-Nya.
“KETERANGAN”
بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Surah
ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya, dan sebagian mufasir
menganggapnya sebagai sambungan langsung dari Surah al-Dhuha. Bagaimana
pun juga, surah ini ditujukan kepada Nabi dan diperluas kepada semua
orang yang mengikuti jejak langkah Nabi.
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
- Bukankah Kami telah melapangkan dadamu untukmu?
Syaraha
berarti 'membukakan, menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan atau
menampakkan,' dan 'melapangkan'. Syaraha juga berarti 'memotong'. Dalam
dunia bedah, kata tasyrih berarti pemotongan.
Shadara
berarti 'kembali dari pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan
shadr adalah 'dada, payudara atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia
ingin 'mengambil sesuatu dari dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja,
bukan obyek fisik. Melainkan, sesuatu yang sudah ia kenakan sendiri
pada dirinya, sehingga ia merasa terhimpit atau terbebani, seolah-olah
ia tidak bisa lagi bernapas dengan bebas. Dengan melepaskan diri dari
beban ini, dengan 'melapangkan' diri, maka yang jauh menjadi dekat dan
yang sulit menjadi mudah.
Syarh
(uraian terperinci, penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan,
penyaksian langsung bahwa yang ada hanyalah Allah. Itulah syarh yang
terakhir; tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan di luar
penyaksian langsung.
Meskipun
ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada semua orang.
Beban kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban tersebut
menjadi ringan karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan
kepadanya.
وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
- Dan mengangkat bebanmu dari (pundak)mu,
Wazara,
akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau menanggung
(suatu beban)'. Dari kata tersebut muncul kata wazir artinya 'menteri,
wakil, konselor', yakni, seseorang yang membantu penguasa atau raja
untuk memikul beban negara. Maksud ayat ini adalah bahwa kita
dibebaskan dari tanggung jawab apa pun selain daripada sebagai hamba
Pencipta kita. Jika kita sungguh-sungguh memahami penghambaan, maka
kita tidak lagi terbebani seperti sebelumnya tapi kita malah hanya
melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban kepada Allah, tanpa menambah
beban lagi kepada diri kita.
الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ
- Yang telah memberatkan unggungmu?
Lagi-lagi
ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita yang nampaknya
memikul beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang
bersifat permanen. Jika kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar
bahwa pada suatu saat napas kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan
segera kembali menjadi debu, maka kita pun akan sadar bahwa yang dapat
kita lakukan saat ini hanyalah menghamba dan berusaha berbuat
sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus kita lakukan selain dari itu.
Secara tidak sengaja mungkin kita telah mengundang kesulitan di dunia
ini, namun kesulitan dunia ini tetap akan datang dan menemukan kita.
Jika kita tidak memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan Allah),
jika kita tidak membantu orang, melayani dan membimbing mereka, maka
berbagai kesulitan akan menimpa kita.
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
- Dan meninggikan untukmu sebutan kamu?
Ini
berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa melakukan zikir
lahiriah yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi
merupakan kesadaran beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan
tidak terputus terhadap Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya
memiliki kedudukan paling tinggi karena di antara ciptaan Allah
beliaulah yang paling dekat kepada-Nya.
Ketika
Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir Nabi berada
di urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan zikrullah.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
- Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan,
'
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
- Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan.
Dua
ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni
'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada
satu kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua
kemudahan atau solusi. Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan
berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan sendirinya, tapi akhirnya ia akan
berlalu karena lambat laun kita pergi darinya melalui kematian. Solusi
kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak dalam pengetahuan
tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat kesempumaan
di dalamnya.
Umpamanya,
seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki areal proyek
pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu. Ia
mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan
kecelakaannya, apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak,
tapi yang jelas ia akan mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui
bagaimana musibah itu terjadi, betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya
akan terluka, tapi itu pun akan sembuh: itu adalah kemudahan lain.
Bersamaan dengan sulitnya merasakan pemisahan muncul pertolongan untuk
mengetahui bahwa kita berhubungan.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
- Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah bekerja keras!
Makna
syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai
berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di
dalamnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan
langsung tentang Realitas Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl
al-Bayt tentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan salat-salat
formal kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni
begadang sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar.
Bila kita sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan
dan terhadap Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan
mencurahkan diri kita sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah
makna harfiah dari kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja
menjadi 'perang suci'.
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
- Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai tujuan [kerinduan] engkau semata!
Ketika
kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita menginginkan
pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis sebagaimana
kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi kemarahan.
Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk menunaikan segala
kewajiban kita, maka kita pun sah untuk menjadikan Allah sebagai
satu-satunya tujuan kita. Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita
terlebih dahulu adalah penting, karena, kalau tidak kita akan
melaksanakan keinginan untuk melarikan diri
Referensi
0 komentar:
Posting Komentar